Minggu, 03 Maret 2013

Lampu Merah ( STOP...! )




Part 3

          Weekend yang tak dinanti. Kenapa sih harus ada hari sabtu dan minggu? Kenapa habis jumat nggak langsung senin aja. Mungkin itu hanya kata-kata bagi para jomblo. Tapi tidak bagi yang sudah punya pacar. Weekend merupakan hari yang paling di tunggu. Walau hanya sekedar jalan, makan di restoran, keliling mall, nonton di bioskop, nongkrong di warung kopi atau hanya sekedar ngapel santai dirumah.
Tepat jam 7 malam ku lihat jam dinding di kamar. Handphone tak kunjung berbunyi, lagi rusak, atau sinyal nya hilang, sampai-sampai tak ada sms atau telpon yang masuk. Yang sabar lah para jomblo, akui saja kalau memang taq ada yang niat mau ngapel, sedangkan teman-teman yang lain, pasti sibuk dengan acara nya masing-masing. Makanya tak ada yang sempat mau sms. Pas handphone berbunyi, sudah berharap ada someone yang sms, tahu-tahu sms dari operator. Fiuh… nggak enak juga lama-lama dalam kesendirian. Umur sudah di atas 20, di bawah 25, sudah sarjana, tapi masih pengangguran. Nasib-nasib. Belum di samperin Dewi Fortuna sama Dewi Cinta. Masih sibuk mengatur yang lain kali ya, hingga aku belum kebagian.
Berteman dengan monitor segi empat, online dan online. Ada nggak yang lebih membosankan dari ini? Ku tutup layar segi empat itu dengan rapi. Beranjak di depan cermin memandangi wajah dalam cermin itu. kurang apa sih? Lumayan cantik, menarik, dengan rambut terurai panjang dan sedikit poni menutupi kening. Hidung yang tak begitu mancung, mata yang indah, dan pipi yang merona. Ku cium kedua keti ku, lumayan wangi. Terus, kenapa tak ada pria yang mendekati ku? ngomong depan cermin.
Handphone ku berbunyi, dengan sigap kuraih telpon genggam ku yang tak jauh dari aku duduk. Ku lihat nama Uly di sana. Tumben dia nelpon, pikirku.
“napa Ul…?” Tanya ku saat menjawab telpon itu.
“bosan nih, jalan yok” ujar nya.
“kemana?”
“humb,,, gimana kalo kita karaoke aja. Di tempat biasa” usul Uly. Seperti nya ide bagus. Bisa menghilangkan penat, bosan, dan bisa teriak sepuasnya. Walau suara cempreng, tidak masalah. Judulnya kan yang penting happy.
“boleh tuh, sekarang aja.”
“sip, jemput aku ya… heee” ucap Uly memelas.
“iya… siap-siap aja, aku sms kalo udah otw” ucapku.
“ok” klik. Kututup telpon itu segera, dan siap-siap untuk pergi. Setelah ganti baju dan dengan sedikit polesan yang seminimalis mungkin, aku bergegas berangkat menggunakan sepeda motor kesayanganku untuk menjemput Uly yang tak jauh dari rumah ku. hanya butuh 5 menit dengan memacu sepeda motor aku sampai kerumah nya. Ia pun menunggu ku di luar. Yach… beginilah aktifitas para jomblo jika di landa galau karena kesendirian. Sangat kebetulan, aku dan Uly sama-sama jomblo. Jadi aku tak akan sendirian dirumah. Kami berdua sampai di parkiran salah satu tempat karaoke favorit di salah satu kota ini. Tak tanggung-tanggung, kami boking 2 jam. Padahal hanya berdua. Galau nya sudah tingkat dewa sih, jadi harus ekstra puas memanjakan diri. Teriak-teriak nggak jelas diruangan segi empat.
Lumayan terhibur, dan menghilangkan kegalauan sejenak. Setelah dari tempat karaoke, kami tak berniat untuk menyinggahi tempat lain lagi. segera pulang saja. Di persimpangan jalan, ku lihat traffic light sudah berwarna kuning, aku memacu kencang sepeda motorku. Berharap, sempat melewatinya. Tapi ouch… belum sempat melewati zebra cross, lampu merah menyala. Akhirnya ku putuskan untuk mengerem. GubRraKKk sparkboard motorku di bagian belakang tertabrak seseorang dari belakang. Aku berteriak kaget, begitu juga Uly yang ada di belakang ku. tidak terjatuh, tapi lumayan membuat sparkboard ku bengkok beserta plat nya. Dengan segera aku menoleh kebelakang, ingin melihat siapa yang menabrakku.
Seorang pria dengan motor besar nya, menggunakan jaket kulit hitam. Dan menggunakan helm standar full. Hingga wajahnya tak begitu jelas terlihat. Hanya matanya saja yang terlihat.Aku tak perduli bagaimana wajahnya. Mau ganteng, manis, cute, yang pasti ia telah membuat motorku rusak. Walaupun sedikit.
“woy, bawa motor kira-kira dong” teriakku padanya. Ia hanya menoleh ku, tanpa menggubris sedikitpun. Budeg atau tuli sih, ku pandangi semua orang yang berhenti di traffic light memandangiku.
“woy, kamu nggak liat motor aku sampe bengkok. Aku mau minta ganti rugi” sambungku padanya. Aku tak perduli orang-orang memperhatikanku.
“udah la De, kan nggak parah gimana motor kamu. Bentar lagi lampu hijau tuh” ujar Uly padaku.
“koq kamu bela dia sih?” tanyaku kesal.
“bukan ngebelain dia sih, cuman nggak mau perpanjang aja.” Jawab Uly yang membuat ku merengut tanpa dukungan.
Cowok itu maju di sampingku. Ia mengeluarkan dompet, dan mengeluarkan sejumlah uang. Kulihat ia mengeluarkan  beberapa ratus ribu dari dompet nya yang sudah lumayan usang berwarna coklat tua. Di raihnya tangan ku, dan meletakkan selembar uang, dan di genggamkannya. ia tak berkata apa-apa, tapi ia menatapku. Entah apa maksud tatapan itu. hingga aku tak begitu memperhatikan sejumlah uang yang di berikannya padaku. aku membalas tatapan itu tanpa bicara juga.  mungkin, selain tuli, ia juga tak bisa bicara kali ya, pikirku. Kata maaf saja tak terucap darinya. Lampu hijau menyala, dan ia segera memacu sepeda motor nya. Saat ku buka genggaman tangan ku, ku lihat uang lima ribu satu lembar yang diberikannya padaku. aku semakin kesal, geram dengan sosok pria aneh itu. Uly tertawa saat ia melihat ku.
“ini benar-benar penghinaan” ocehku. Ingin mengejarnya tapi ia telah berlalu.
Kiiiickkk kiiicccckkk suara klackson dari arah belakangku berbunyi nyaring di telinga. Karena sudah lampu hijau dari tadi. Dengan sigap, aku memacu laju kencang motorku. Benar-benar malam yang malang. Sudah jomblo, di tabrak, di kasi lima ribu lagi. beli burger aja nggak cukup. Hedeh… sesampai dirumah, aku ingin tidur secepat mungkin untuk mengistirahatkan otak ku yang telah bekerja tanpa henti seharian.

                                                       ***

         
          Cuaca yang cerah. Kulihat jam weker di atas meja samping tempat tidur. Jam menunjukan pukul 08.30 pagi. Yups… masih terlalu pagi. Biasanya untuk hari minggu, aku bangun jam 10 pagi. Paling awal… (gimana molornya?) Cahaya pagi telah masuk kearah jendela kaca. Aku membuka jendela itu. dan mata ku terbelalak saat melihat sosok di seberang jalan. Tepat nya bersebrangan dengan komplek rumahku. Cowok aneh tadi malam dengan sepeda motor, helm, dan jaket yang sama. Ia terlihat memasuki halaman parkiran rumah itu menuju garasi. Sebelum nya aku tak pernah melihat ia datang ke sini. Pikirku. Dan yang pasti aku tak pernah punya tetangga seperti dia. Lalu, ia ngapain kerumah itu? dengan sigap, aku turun ke halaman rumah ku, tanpa sempat cuci muka lagi. aku turun kehalaman depan rumah ku. dan menghidupkan kran air. Ceritanya ingin pura-pura nyiram tanaman, atau apapun yang ada di halaman lah.
Berharap ia akan keluar lagi, aku sangat penasaran dengan wajahnya. Aku hanya mengingat-ingat bola matanya saat menatap ku. rasanya, menusuk sekali. tapi aku kan tidak mengenalnya sama sekali. dan mungkin, aku tak ingin mengenalnya. Celutuk pikiran ku bergentanyangan kemana-mana. Ngelantur nggak jelas. Ternyata benar, tak sia-sia aku buru-buru turun, ia terlihat ingin pergi lagi, dengan pakaian berbeda, tapi helm yang sama. Dan aku tetap tak bisa melihat wajah itu. jadi ia pulang, cuman untuk ganti baju, nggak pake mandi, iiih jorok. Bidik ku geli. Ia menoleh kearah ku,
Aduh… ketahuan. Pikirku. Ia pasti mengingat wajahku. Ia tak mungkin lupa. Aq mnyiram-nyiram tanaman pura-pura nggak memperhatikan sosok misterius itu dari kejauhan. Ia mengeluarkan motor andalan nya dari garasi. Dan ia menuju kearahku. Ingin rasanya aku bergegas lari kedalam rumah. Tapi tak mungkin. Sudah tertangkap  basah. Ia semakin dekat, dan berhenti tepat di luar pagar rumahku.
“jadi kamu pembantu sini ya?” teriaknya padaku. aku sontak kaget dan kesal mendengarnya. Emang wajahku, wajah-wajah pembantu.  Sudah tuli, buta lagi. nggak bisa bedain mana pembantu mana majikan. Celutuk ku dalam hati.
“kalo jadi pembantu, harus rajin mandi pagi. Masa mau kerja lemes kayak gitu. Pasti baru bangun tidur? Baju tidur nya aja belom diganti” sambungnya. Aku menoleh ke arah tubuhku sendiri. Hoaaaa ternyata aku benar-benar memakai sepasang piyama. Ketahuan kalau baru bangun tidur.
“dasar aneh, emang aku nggak tahu apa, kalo kamu pulang Cuma ganti baju. Nggak pake mandi. Iiihhh sok mau ngatain orang lagi.” balasku sambil menunjukan wajah yang sangat jelek yang pernah ku perlihatkan.
“ternyata, aku cukup menarik ya, menarik perhatian kamu yang rela-rela turun dari kasur, cuman pengen memperhatikan aku dari kejauhan. Itu baru namanya fans sejati” ucapnya yang semakin membuatku kesal. Seumur-umur aku baru kali ini ketemu orang super aneh dan super nyebelin.
“bawa pulpen nggak? Sekalian aku mau ngasi tanda tangan buat kamu… humb, di piyama kamu aja ya tanda tangan nya” ucapnya. Dengan spontan aku menyiramkan slang air kearah nya. Sukurin, ngeledek nggak ada mati nya. Cowok itu langsung turun dari sepeda motor nya. Dalam keadaan basah kuyup, ia membuka pagar rumahku yang tak terkunci dan menghampiri ku. slang air tetap kuarahkan kepadanya, berharap ia menyerah untuk mendekati ku. ia membuka helm standart full itu, dan wajah itu,,,, wajah itu sangat jelas terlihat. Sontak membuat ku kaget dan sepertinya wajah itu sangat tidak asing. Tapi aku tak bisa mengingatnya sosok pria didepanku sekarang ini siapa? Tapi mengapa pikiran ku seakan terbang. Terbang ke masa lalu. Mungkin… atau apakah aku memang pernah mengenalnya sebelum nya? Tapi di mana? Kenapa aku tak bisa mengingatnya? Saat aku sedang asik dengan pikiran ku yang menerawang berkeliling dunia, cowok itu dengan sigap merampas slang air dan menyiram ku.
Aaaaaaaaaaa aku basah juga. Ia berlari-lari kecil tapi tetap mengarahkan slang ke arahku. Aku mengejarnya untuk merampas slang itu kembali. Tapi tidak bisa. Aku sudah basah kuyup dari ujung kaki ke ujung rambut. Ingatan ku sudah kembali dari berkeliling dunia. Berkeliling dunia untuk mencari ingatan yang telah hilang. Terbuang karena menambah nya memori baru.
Aku teringat sosok laki-laki gendut, comel, imut, sekitar 12 tahun yang lalu. Cinta monyet ku di waktu kecil. Tapi yang sekarang berada di depan ku adalah sosok tinggi, keren, dan manis. Masih lumayan imut, tapi sudah tak comel lagi. tapi apa mungkin? Apa aku harus bertanya? Mengutarakannya kah? Kalau salah bagaimana? Malu nya pake banget, itu pasti. Semakin ada di angan-angan cowok aneh itu kalau sampai aku salah. aku duduk di kursi halaman depan. Cape juga ternyata lari-lari. Ia pun berhenti dan duduk tepat di sebelahku.
“cowok aneh” celutuk ku membuka pembicaraan walau nafas masih terasa ngos-ngosan. Sudah lama nggak pernah lari-larian.
“kamu juga aneh” jawabnya singkat. Aku menoleh kearah wajahnya. Memperhatikan setiap lekuk-lekuk pipi itu, hidung itu, dan mata itu yang paling membuatku mengingat semua memori indah. Ia memutar kepala nya kearah ku. mungkin ia tersadar aku memperhatikannya.
“ngapain liat-liat, sok akrab deh” ujar nya ketus. Dan memamerkan wajah paling menyebalkan sedunia.
“ iddih, siapa yang ngeliatin. Ge Er… “ jawabku dan memalingkan arah mataku padanya.
“kamu nggak pernah berubah ya” ujar cowok aneh yang membuat jantungku berdegup. Kata-kata itu, berarti ia mengenalku. Dan aku mengenalnya. Dan kami saling mengenal. Oh…  Tuhan akhirnya ku dipertemukan lagi.
“kamu… “ aku hampir tak bisa berkata-kata.
“iya, ini aku Aby. Si tembem kamu” ujar nya sambil menggembungkan kedua pipi nya agar terlihat tembem. Yach… di karenakan pipinya yang sekarang sudah langsing, tak tembem lagi. aku tertawa kecil melihat tingkah nya. Sangat jelas terbayang akan dirinya yang dulu. Rumah bersebelahan, yach, tepat rumah yang di berada di depan itu. pergi sekolah bareng, main bareng, main pacar-pacaran, kedua orang tua kami juga sudah akrab dan saling mengenal. Bahkan, mereka menginginkan kami untuk lebih, sampai dewasa. Tapi keinginan itu buyar ketika Aby pergi meninggalkanku. Yach… ia pergi ke paris bersama orang tua nya. Ia berjanji padaku akan pulang secepat nya. Tapi penantianku ternyata sia-sia. Bertahun-tahun lama nya ia tak kunjung pulang. Hingga aku memutuskan untuk mengubur kisah itu dalam-dalam. Dan sekarang ia datang, tepat di hadapanku. Ingin ku luahkan segala pertanyaan yang sudah lama hilang, sekarang muncul kembali. Pertanyaan yang sempat tersimpan rapi di memori tua, sekarang hadir untuk mencari jawaban yang pasti.
          Terasa hangat air mengalir dari pipi ku. aku memeluk nya. Dan ia membalas pelukan ku. erat…
“kenapa kamu ninggalin aku?” Tanya ku di sela isak tangis ku.
“aku nggak maksud ninggalin kamu De” jawabnya dan mengusap kepala ku.
“kamu harus cerita kan semuanya. Kamu seenak nya aja sekarang baru datang” ujarku dan melepas pelukan itu. ia menatapku dan menghapus air mata ku.
“De, aku minta maaf. Waktu itu, kami kecelakaan sewaktu ingin pulang dari Paris. Kedua orang tua ku meninggal di sana De.”
Apa? Meninggal? Aku sangat terkejut. Aby tertunduk lemah. Mengingat hal terpahit yang pernah di alaminya.
“ aku bersyukur, aku masih hidup De, dan akhirnya aku tinggal bersama pamanku yang berada disana. Aku tak mungkin pulang ke Indonesia sendiri. Dan sekarang, aku memutuskan ke sini, Cuma untuk nyari kamu De. Untung nya kamu nggak pindah ketempat lain. Jadi tak perlu susah aku mencari mu. Dan rumah ku, masih utuh di seberang sana. ” sambung Aby. Air mata ku tertumpah lagi. aku tak menyangka seberat itu yang di rasakan Aby. Aku tak berhak untuk membenci nya hanya karena ia meninggalkanku. Toh, sekarang semua telah terbayar dengan kedatangan dan jawaban dari nya.
“aku minta maaf By, udah salah paham sama kamu” ucapku padanya. Air mata pun menetes dari mata kecil Aby. Aku tak terbayang ia kehilangan kedua orang tua nya saat masih kecil. Aku memeluknya untuk kedua kali nya. Aku tak ingin ia terpukul lagi dengan kejadian bertahun-tahun silam.
“kamu yang tabah ya” ucapku dan mengusap rambutnya. Ia hanya mengangguk pelan.
Aku melepas pelukan itu. ia masih seperti Aby yang ku kenal dulu. Tak ada sedikitpun yang berubah dari nya.
“ kamu mau kan menikah dengan ku? “ Tanya Aby yang hampir membuat ku syok. Menikah, pacaran saja aku masih amburadul. Lompat sana lompat sini kayak kodok.
“menikah? “ tanyaku hampir setengah percaya padanya.
“ iya, emang kamu sudah ada yang punya ya? “ tanyanya penasaran.
“makanya, besok-besok Tanya dulu. Main tembak langsung aja. Kalo aku udah ada yang punya gimana?” gurau ku. ia tertawa kecil.
“mana ada cowok lain yang mau sama kamu. Galak gitu” ucap Aby sambil tertawa. Aku mencubit pipi nya geram. Tapi ia hanya tertawa dan memelukku, lagi.
Aku tak ingin kehilangan kamu lagi De” bisik nya hangat di telinga ku. Sepertinya aku taq perlu menjawab apa-apa. Sudah saling bisa mengerti, dan aku sudah jauh mengenalnya dari kecil. Tak ada yang berubah. Dan tak akan pernah berubah. Lampu merah ku, berhenti di kamu Aby. Dan aku tak pernah menyangka hal itu. cinta yang dulu, dengan mudah bisa kembali. Karena cinta itu akan tercipta, karena biasa.

                                                   The End


                 

0 komentar:

Posting Komentar