Selasa, 19 Februari 2013

Lampu Merah ( STOP...!!! )




Part 2

          Cerita cinta yang tak pernah ada habisnya. Dari tua, muda, remaja, laki-laki, nenek, kakek, semua dalam hidup, dan yang berkehidupan pasti membutuhkan cinta. Masa remaja yang merupakan masa-masa indah dalam pencarian cinta. Namun, tak semudah yang di perkirakan. Tergantung pada manusia yang membawa cinta itu kearah mana. Banyak jalan, banyak cerita, tak kan habis di makan zaman. Cinta itu perfect. Mengalahkan semua yang ada di dunia. Cinta bisa membuat bahagia, tapi cinta pula yang bisa membuat sengsara. Semua itu adalah pilihan. Di mana pilihan itu, ada dalam diri sendiri, ketulusan hati, keihklasan jiwa. Tanpa paksaan, dan tanpa noda.
          Dea mengacak-ngacak mata nya berulang-ulang kali. Ia hampir, bahkan mungkin memang sangat tak percaya melihat sosok pria di hadapan nya. WOW… hampir perfect. Pakaian rapih, kulit bersih, badan tinggi, alis yang tebal, bibir tipis, hidung mancung, kalau di jelaskan satu-satu, sampai besok juga nggak bakal selesai. Ia mengulurkan tangan nya padaku, aku gugup, nervous, atau entah apa lagi istilah-istilah yang menggambarkan suasana hati ku sekarang. Ya tuhan, aku deg-degan menghadapi mahkluk ciptaan mu yang paling sexy yang pernah ku temui saat ini. Aku gelagapan, tapi berusaha tetap stay cool di hadapannya.
“Hay, aq Dea…” ucapku membuka percakapan.
“aq Miko. Akhirnya kita bisa ketemu juga” ucapnya sembari tersenyum tipis dan menatap ku. Darahku seakan tak menentu berlari kemana-mana tak karuan  melihat senyuman termanis itu. Aku membalas senyum indah itu dengan senyuman terhebatku. Berharap, ia berpikiran yang sama dengan ku saat ia melihat senyumanku ( ngarep…). Mataku tertuju pada mobil Mercy yang terparkir jelas di depan pintu rumah ku. seperti nya aku memang harus bilang WOW, walau pun nggak sambil koprol tapi aku pengen teriak bilang WOW sama semua orang. sudah ganteng, tajir lagi. siapa yang mau nolak coba? Yang jadi masalah, apa dia mau denganku? Ouch… lampu tanda teringat sesuatu pun menyala. Apa mungkin, orang sekeren ini memang benar-benar jomblo? Rasa nya sangat jauh dari mungkin. Tapi mungkin saja, orang secantik, semanis, dan selucu aku aja masih jomblo. Mungkin dia belum menemui princess yang tepat untuk mendampingi dia sebagai prince.
“aku gak di suruh masuk nih?” Tanya Miko padaku. Membuat semua imajinasi ku buyar seketika.
“owh… iya masuk aja. Mau minum apa?” tanyaku sambil mengantar nya duduk di sofa diruang tamu.
“emm ada jus gak?” Tanya Miko padaku dengan mimik wajah sangat serius. Ia bercanda? Minta bikin jus? Ribet amat nih cowok.
“jus strawberry atau alpukat deh. Jangan jus sawo ya, terlalu manis. Jeruk atau apel aku nggak doyan. Nanti susu coklat aja, jangan susu putih, aku alergi. Trus jangan pake gula juga. ” lanjut Miko. Aku masih terdiam kurang mengerti.
“oh, iya,kalo pas bikin jus nya, jangan terlalu lama di blender, biar agak kasar aja. Nggak berasa buah nya. Buahnya di banyakin ya, jangan banyak air. Es batu nya sedikit aja, yang penting agak dingin, tapi jangan terlalu dingin. Satu lagi,  gak pake lama juga” sambungnya. Dia pikir ini warung apa? Seenak nya saja minta ini itu. padahal aku kan Cuma basa basi doang. Aku mulai ilfil melihat wajahnya yang sama sekali berubah dari yang ku lihat depan pintu. Lagi kerasukan hantu jus kali ya? Atau hantu yang lagi kepanasan pengen ngadem minum jus. Sekalian aja minta gorengan.
“kamu serius?” tanyaku hampir tak tahan mendengar ocehan. Predikat ganteng rasanya ingin ku berikan kepada mamang soto, atau mamang bakso yang biasa lewat di depan rumah ku. rasanya mereka lebih pantas mendapat predikat itu di banding cowok nyebelin ini.
“emm, aku ciyus loh. Tapi aku nggak serius. “ ujar nya menirukan salah satu iklan di tivi. Tawa nya memecah suasana.
“iiiihhhh kamu tuh nyebelin tahu nggak. Kirain kamu serius ngomong gitu. Hampir ilfil liat muka kamu.” Ucapku dan melempar salah satu bantal yang di kursi ke wajahnya.
“abis nya kamu sih, serius amat jadi orang. biasa aja dong, jangan kikuk gitu ketemu aku. Kayak belom pernah ngobrol aja.” Ujar nya. Aku lupa kalau ia punya selera humor yang tinggi sewaktu chatting di dunia maya. Gara-gara terpesona melihat wajah nya nih, jadi lupa sama semuanya. Di facebook saja ganteng, apalagi asli nya ketemu. Gantengnya, pake banget.
“atau, kamu kikuk gara-gara liat wajah termanis di dunia ya?” sambungnya sambil menatap ku yang membuat pipi ku agak sedikit memerah mendengar nya.
“iiih ge-er banget. Biasa aja kali. Mamang soto yang biasa lewat depan rumah ku tak kalah manis di banding kamu… weeekkk ” aku mencibirnya. Ia pun tertawa kecil melihat tingkah ku.
“aku bikinin kamu air jeruk aja” ujar ku.
“iya terserah kamu aja” jawabnya. Segera kulangkahkan kaki ku ke dapur menuang air jeruk yang telah tersedia di kulkas.
Keakraban tercipta seketika. Yach…. Di karenakan sikap nya yang sangat tidak sombong, humoris, jadi asyik jika dekat dengannya. Sangat tidak membosankan. Dan, bisa di bilang, type aku banget. Yang menjadi pertanyaan, apa aku termasuk dalam kategori type wanita idaman nya? Tapi tak ada salah nya aku mencoba. Mencoba lebih dekat lagi dengannya, lebih mengenal nya, lebih tahu tentang dirinya, dan yang pasti, aku menginginkannya. Mungkin ini yang di bilang jatuh cinta pada pandangan pertama. Apalagi saat aku menanyakan tentang status nya, memang benar, ia masih jomblo. Harapan dan kesempatan terbuka lebar depan mata. Aku merasakan rasa ini, rasa bahagia, dan sejuta rasa lagi yang tak dapat ku untaikan melalui kata-kata. Aku jatuh cinta…

                                                       ***


          Hampir setiap hari Miko kerumahku. Dan sesekali, jalan-jalan untuk makan, atau sekedar nonton di bioskop. Aku semakin yakin, ia tak berbohong padaku tentang status nya yang memang tidak punya pacar. Aku sangat bahagia. Ia seperti merespon sikap ku padanya. Apa mungkin ia juga merasakan hal yang sama padaku? aku ingin di tembak, ingin cepat-cepat punya status yang jelas bersama nya. Sangat tidak mungkin jika aku menyatakan cinta terlebih dahulu. Lebih baik aku menunggu saat-saat bahagia yang ku tunggu itu. ku cerita kan semua cerita ku kepada Uly, sahabat ku. dan Uly sangat ingin melihat wajah nya yang ku bilang perfect. Hingga suatu ketika, aku mengatur strategi di mana, ketika Miko ingin kerumahku, dan Uly datang lebih awal kerumah. Ekspresi shock pun terlihat jelas dari wajah Uly. Ia tercengang, dan membenarkan semua cerita ku pada nya. Setelah Miko pulang, dengan sigap Uly langsung teriak ala anak lebay.
“Waaaaaaaaaaaa ganteng banget…..” teriak nya setelah mobil Mercy milik Miko berderu berlalu meninggalkan kediamanku.
“kan udah aku bilang, dia itu perfect. Ngomong sama kamu juga nyambung banget.” Puji ku, untuk sang pangeran impian ku.
“tapi kamu tahu nggak, kalo sama kamu nih De, jauuuuuuhhhhhh banget. Kayakny nggak mungkin banget”
“iddiiih sok tahu nih, gini-gini aku cantik ya” elakku tak terima banget di bilang nggak cocok.
Uly terlihat berpikir sambil menggaruk kepala nya yang sama sekali tidak gatal.
“kamu pikir deh, kayakny cowok sekeren Miko, nggak mungkin banget belom punya pacar.” Ujar Uly dengan wajah serius yang ia tunjukkan.
“yach… tadi nya aku berpikir seperti itu juga, tapi kamu liat deh, hampir tiap malem dia datang kesini, apa iya dia nggak pernah ngapelin pacar nya?” kilah ku.
“iya sih, tapi coba kamu ingat-ingat, kalo pas malam minggu, dia ada kesini nggak?” pertanyaan Uly sontak membuat ku berpikir lebih jernih lagi. seingat ku, ia memang sering kerumahku, tapi kalau weekend, sangat tidak pernah. Dengan alasan, ia di luar kota kerumah nenek nya. Sesekali ia juga sering beralasan tidak datang malam minggu karena tidak enak badan. Apa ia dia memang sudah ada yang punya? Tapi kenapa dia bilang, masih belum punya pacar? Dan sangat masuk akal, ia merespon tanpa menembak ku untuk menjadikanku pacar nya karena ia sudah punya pacar?maka nya aku di gantung seperti ini? hoaAaaaAAA hanya Miko yang tahu semuanya.
“mungkin kamu bener Ul, tapi kita belom ada bukti. Yang jelas, kalau ia memang sudah ada yang punya, aku akan berhenti berharap padanya.” Ucapku tak semangat.
“yups, sangat setuju. ya udah, lama-lama pasti terbongkar koq” ucap Uly menenangkanku yang tiba-tiba saja terserang angin galau. Lantunan lagu yang berjudul I Love You dari Avril Lavigne dari handphone ku mengagetkan suasana hening. Nomor baru? Siapa ya? Pikir ku. segera ku angkat telpon dari orang tak di kenal itu.
“hallo…?” ucapku membuka percakapan.
“ini Dea?” Tanya seseorang dari kejauhan. Suara wanita. Aku memandang wajah Uly, yang memperhatikan aku berbicara dengan suara wanita asing yang tak pernah ku dengar selama ini.
“iya, maaf ini siapa ya? “ lanjutku ingin tahu.
“ini Ratih, pacarnya Miko.” GubRRraaAkKKK jantung ku seakan berhenti mendengar ucapan itu. aku terdiam sesaat. Uly semakin penasaran melihat ekspresi wajahku.
“ Owh, ada ap ya?” tanyaku berusaha tetap tenang.
“kamu sering berhubungan sama Miko? Kamu tahu nggak dia udah punya pacar?” Tanya wanita itu dengan suara yang mulai meninggi.
“mbak, maaf ya aku memang sering berhubungan dengan Miko. Tapi aku sama sekali nggak tahu, kalo dia udah punya pacar. Harus nya kamu nggak marah sama aku, tapi sama Miko nya sana.” Ucapku mulai geram dengan suasana yang mulai menegang.
“Emang dia nggak bilang sama kamu kalo dia udah punya pacar?”
“kalo dia udah bilang punya pacar, aku nggak bakal dekat sama dia.” Ku tutup telpon genggam itu dan ku hempaskan di tempat tidur. Uly hanya terdiam, dan menenangkanku. Ku raih kembali handphone ku, dan mencari nama Miko di kontak. Akan ku telpon dia dan akan ku akhiri semua ini. Aku tak ingin menjadi pengganggu hubungan orang lain. Saat telpon ku di angkat, aku tak basa-basi lagi.
“ Miko, koq kamu nggak bilang kalo udah punya pacar?” tanyaku pada Miko yang mungkin sekarang ia sedang gugup.
“aku nggak mau bikin kamu kecewa De” jawabnya.
“nggak mau bikin aku kecewa? Bulsyit… kamu tahu nggak, sikap kamu yang seperti ini, yang udah bohongin aku, yang bikin aku lebih kecewa sama kamu. Seumur-umur aku belom pernah di telpon pacar orang dan marah-marah padaku. kamu nggak mikir sama sekali.” omel ku padanya sampai hatiku puas.
“iya, aku minta maaf.”
Hanya itu yang terucap dari bibirnya. Hatiku pun mulai mencair. Darahku sudah menurun tidak setinggi tadi.
“ya udah aku maafin.” Ucapku.
“aku pengen kita tetap jadi temen De, bisa nggak? Kalau nggak bisa, juga nggak apa-apa sih, aku nggak maksa kamu. Yang pasti, aku bakal merindukan candaan kamu.” Ucap Miko. Aku terdiam sesaat. Aku nggak bisa membenci nya, sungguh.
“ok, kita bisa temenan, tapi nggak bakal kayak kamaren lagi.” jawabku.
“iya, makasih De.”
Ku tutup telpon itu dengan perasaan lega. Aku lega, semua nya telah jelas adanya. Aku tak akan berharap banyak lagi padanya. Yach… sudah saat nya ku kearah jalan yang lain. Dia bukan lah milik ku, dan bukan untuk ku. hanya sampai disini jalanku dengan nya. Takdir yang menyatukan, takdir pula yang memisahkan. Setiap pertemuan, pasti berujung perpisahan. Apapun itu…  yang pasti, pencarian ini belum berakhir. masih banyak jalan menuju roma. Masih banyak celah tuk menemukan cinta sejati. Aku memang berhenti menemui lampu merahku saat ini, tapi sebentar lagi, lampu hijau ku kan menyala lagi. aku siap tuk berpetualang menjalani hidup ini. Lagi, dan lagi…


                                                 The End

Minggu, 17 Februari 2013

Lampu Merah ( STOP...!!! )



Part 1

“Kamu udah gila?” teriak Uly tepat di telingaku lengkap dengan ekspresi wajah kaget yang selalu ia tunjukkan padaku. Hampir pecah gendang telinga ku mendengar teriakan itu. aku menggosok-gosok telinga ku untuk membuang suara teriakan Uly yang masih terngiang mendengung-dengung.
“Ekspresi biasa aja dong. Nggak lagi ikut casting kali” ujarku pada Uly yang agak sedikit alay itu.
“gak… gak… gak… ini gak boleh diterusin. Aku gak setuju De…” ucap Uly dengan nada suara agak kecil. Tapi tetap saja masih menggeleng-geleng kan kepala nya.
“lah…. Yang jalani siapa yang gak setuju siapa. Hedeh… just have fun… not more.” Kilah ku padanya. Aku tetap kekeh mempertahankan keinginan ku.memang terlihat sedikit gila.but l have the reason for this.
“Dea, coba buka pikiran kamu, kamu mau-mau aja nerima cowok jadi pacar kamu yang jelas-jelas sudah punya pacar. Dan parahnya lagi, Ariel itu pacarnya Bunga, De… sadar gak sih? Kamu cuman jadi simpenan. Catet tuh… simpenan” ucap Uly dengan menunjukan wajah sangat serius kali ini, nggak lagi ciyus. Sambil memperbaiki letak kacamata nya yang sudah termiring-miring akibat ia terlalu menjiwai perannya dalam berekspresi.
“Trus kalo dia pacar Bunga kenapa? Aku harus bilang WOW gitu?” gurau ku padanya. Ia semakin kelihatan semakin emosi. Dan aku suka melihatnya emosi. Wajahnya yang tembem, rambutnya yang hanya sepanjang pipi melekuk kedalam, tambah kacamata minus yang selalu ia bawa kemana-mana membuatnya sangat lucu. Aku nggak tahu kenapa ia tak mau memakai softlense saja ketimbang memakai kacamat betti lavea yang terbilang kuno.
“De, aku kali ini ciyus….!” Uly kehabisan kata-kata. Ia tak tahu lagi harus meyakinkanku bagaimana. Yang ia tahu, aku pasti akan tetap dengan pendirianku. Karena aku paling nggak suka mundur. Aku melangkah, yaaa lanjutkan. Sampai ada lampu merah tanda berhenti, maka saat itu lah baru menghentikan langkah ku. di persimpangan lampu merah itu pula aku akan melanjutkan perjalanan ku, apa ke depan, samping kiri, atau samping kanan. Tapi yang paling jelas, aku tak akan mundur ke belakang. Itu bukan jalan ku. tapi itu adalah masa lalu ku. aku adalah aku. Dan akan selalu menjadi diriku.
Uly masih menatapku menunggu kata-kata yang kan kubalaskan padanya. Tapi aku tetap diam saja, masih asyik dengan handphone di tangan kanan ku.
“De…. Kamu pikir lagi ya sebelum terlalu jauh…” sambung Uly dengan sedikit memelas.
“ aku udah jadian Ul sama dia. Udah jadian. Aku udah mengiya kan, ya udah jalani saja lah. Aku gak bakal serius koq sama dia. Hanya mengisi waktu aja.” Jawabku.
“ya udah terserah kamu, tapi kalo sampai Bunga tahu, aku nggak ikut-ikutan ya…”
“Bunga gak bakal tahu selama kamu gak cerita sama siapa-siapa” ujarku. Uly mencibir dan mendengus pasrah. Aku hanya merasa nyaman ketika bersama Ariel. Ariel memang pacarnya Bunga. Dan Bunga adalah anak adik ibu ku. yaps, aku sepupu dekat dengan Bunga. Aku di Bandung, Ariel juga kuliah di Bandung. Sedangkan Bunga di Jakarta. Mereka janjian bertemu selalu di rumahku. Karena ayah Bunga agak sedikit parno jika anak satu-satunya itu pacaran sebelum menyelesaikan kuliahnya di Jakarta. Bunga selalu minta bantuan ku untuk mengatur pertemuan dengan Ariel. Karena hal itu sering terjadi, aku jadi kenal dengan Ariel. Dan akhirnya dekat. Sampai tibalah waktunya perasaan ingin memiliki muncul. Kedekatan yang tidak seperti biasanya dan tidak seharusnya. Hubungan percintaan pun terjalin. Ariel dan Bunga long distance, jadi aku lebih leluasa pacaran dengan Ariel. Aku sadar, dan sangat menyadari, aku memang hanya simpanan saat ini. Tapi, apa aku salah jika aku berharap lebih? Waktu lah yang kan menjawab semuanya.
Aku cukup menunggu dan bersabar. Bersabar akan sesuatu yang belum pasti. Semakin lama, semakin tumbuh perasaan ini. Semakin tak bisa aku kontrol. Api yang ku hidupkan semakin membara, semakin membakar habis hatiku yang kosong menjadi penuh oleh api cinta pada Ariel. Sesosok cowok yang menjadi impianku. Dewasa, perhatian, lembut, sopan, dan selalu memanjakan ku. Aku semakin ingin memiliki nya. Tanpa perduli siapa Bunga, bagaimana nanti perasaanya? Marahkah? Terkejutkah? Atau kedua nya?
Awalnya aku tak terlalu menginginkan cinta ini. Tapi aku hanya mengikuti kata hatiku sendiri. Jangan salahkan cinta yang salah memilih. Tapi salah kan pemilik cinta itu sendiri lah yang mengendalikan semuanya.

* * *
          Hari-hari yang ku jalani bersama Ariel berubah dari kehidupan normal ku biasanya. Penuh kebohongan, sembunyi-sembunyi.
Saat ini aku masih menikmati semua nya. Sampai pada akhirnya, Ariel berubah 180 derajat kepadaku. Jarang sms, nelpon, dan jarang kerumah. Aku tak tahu apa penyebabnya. Apa ia sudah punya wanita lain lagi? aku menunggu nya di teras rumah. Dia bilang dia akan kerumah ku hari ini. Aku sudah tak sabar ingin bertemu. Aku rindu. Sangat rindu dengan dirinya yang sekarang mulai menjauh.
Tepat di depan halaman rumah ku, berhenti satu mobil Toyota yaris merah. Mobil Ariel… aku menanti nya di teras, menunggu nya keluar dari mobil. Ia menghampiriku dan kita berdua duduk diteras. Saat itu, orang tuaku lagi pergi ke rumah nenek di Surabaya. Dan aku tidak ikut mereka karena menunggu Ariel disini.
“koq sekarang jarang sms, jarang nelpon, jarang kesini juga? Ada apa?” Tanya ku membuka pertanyaan dengan cepat. aku sangat ingin tahu sebenarnya dipikirannya apa.
“aku sibuk, banyak tugas kuliah numpuk. Jadi kadang gak sempat buat sms kamu sering-sering” jawabnya singkat. Aku merasakan keanehan itu. ia tak seperti biasanya. Aku tak bisa membaca pikirannya saat ini.
“kamu berubah…” ujarku. Ariel hanya terdiam mendengar ucapanku. Ia tak terlalu menggubris. Membuat ku semakin penasaran. Aku tak bisa diperlakukan seperti ini. Aku butuh penjelasan. Batinku…
“koq kamu diam? Ngomong aja gak apa-apa koq. Aku siap mendengar nya.” Tembakan ku tepat di otak nya. Benar atau salah pikiranku yach… whatever lah.
“De, maafin aku ya. Sepertinya aku tak mau meneruskan hubungan ini lagi.” ucap Ariel yang sontak membuat ku kaget. Apa? Putus? Aku salah apa? Ingin ku teriak ditelinga nya agar ia tahu betapa aku tak ingin kehilangannya dan sangat ingin memilikinya.
Secepat ini kah aku menemukan lampu merah? Hanya sampai jalan ini kah? Lalu, aku harus kemana? Berjalan sendiri lagi?
“aku salah apa?” tanyaku sambil berusaha menutupi hatiku yang terluka.
“kamu gak salah apa-apa De” ucap Ariel dan langsung berhadapan denganku. Ia di depanku. Menyentuh pipiku dan menggenggam tangan ku. untuk terakhir. Yach… aku tahu ini akan jadi malam terakhir ku bersamanya.
“aku merasa bersalah mengkhianati Bunga, hubungan ku dengan nya baik-baik saja. Dan aku tak ingin melukai dia De, aku harap kamu ngerti ya” sambung Ariel. Ia mencium keningku. Kubiarkan bibir itu mendarat dikeningku untuk terakhir kalinya. Aku telah sampai di penghujung jalan ku. aku harus berhenti.
Dan kembali melanjutkan jalan hidup ku dengan simpang yang baru, suasana yang baru, dan kan ku temukan banyak hal baru.
Siap gak siap, aku harus siap.
“ya udah gak apa-apa, aku ngerti koq. Dan aku bakal baik-baik saja” ujar ku sambil tersenyum tipis menutupi semua sakitku.
“just friend… not more” ucap Ariel seraya mencubit kedua pipi ku. aku mengangguk pelan. Tak ada lagi yang harus di pertahankan, aku hanya berusaha kuat. Aku tak ingin terlihat lemah. Di hadapannya, di hadapan semua orang.
Tak lama, ia beranjak pulang. Aku melepasnya dengan senyuman paling terindah dari bibirku. Karena aku tak bisa lagi tersenyum dari hati.

Semua kembali ke kegiatan seperti biasa. Uly hanya tertawa mendengar cerita ku. semua yang kudapat dari cinta itu, instan. Aku juga harus melepasnya dengan instan pula. Tak butuh proses yang lama. Layar persegi empat menemani hari ku yang kosong. Handphone ku tak terlalu sibuk lagi seperti biasanya.
Uly menemaniku sekarang, tak lama sambil bergurau ria, handphone ku berdering. Nomor baru, buru-buru ku angkat.
“Hallo…”
“Dea ya?”
“iya, ini siapa?” tanyaku penasaran
“Miko, yang di facebook tadi…” senyum manis terpancar di wajahku. Uly memandangku heran.
“ketemuan yuk, rumah kamu dimana? Biar aku kesana” sambungnya.
“boleh, nanti aku smsin ke kamu ya” ujarku dan menutup telpon itu. aku kegirangan. Yang ku lihat di facebook itu, lumayan ganteng. Dan cukup masuk kriteria dalam whitelist cowok idaman ku.
“bukan pacar orang lagi kan?” Tanya Uly sambil memperlihatkan wajah unyu nya.
“bukan dong…” jawabku pasti. Lampu merah tak menghentikan langkah ku selamanya, sekarang, sudah lampu hijau. Aku siap menyapa dunia. Aku bebas memilih jalanku.
Lampu merah itu hanya sementara. Membiarkan kita berpikir, akan kearah manakah tujuan kita.
                                                           





                                                            THE END

Serpihan Hati



              Tia memandang lemah wajah cowok yang berada tepat di sampingnya. Yang dengan pulas tidur       karena kecapean. Mereka memang masih pacaran. Tapi mereka sudah sama-sama tak bisa menahan nafsu itu, akhirnya kejadian juga. Sama-sama kuliah di jurusan Ekonomi di salah satu universitas ternama di kota nya. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja untuk  menuju ke pelaminan. Dengan hangat dan penuh kasih sayang Tia membelai rambut pendek Ricko, kekasih yang sangat di sayanginya itu. Yach… mereka memang saling menyayangi. Ricko selalu memanjakkan Tia, membelai nya mesra, dan memeluknya hangat. Tapi itu dulu, sewaktu bulan pertama dalam pacaran. Semakin memasuki bulan seterusnya, pelukan itu tak lagi terasa hangat. Tak ada lagi belaian mesra. Yang ada hanya kesalah pahaman, serta marah-marah dan pertengkaran.
            Tia hanya terdiam, jika Ricko ketika pulang dalam keadaan cape, dan pasti marah-marah apa bila Tia melakukan kesalahan sedikit saja. Kadang ia hanya bisa menangis sendiri. Ia ingin melawan, tapi tak bisa. Ia selalu kalah. Mungkin karena terlalu besar nya rasa cinta pada Ricko. Takut kehilangan apabila ia hilang kendali dalam melampiaskan emosi. Sudah cukup rapuh ia mendengar kata-kata kasar yang keluar dari mulut Ricko. “bodoh” “anjing” “sial” tak pernah lepas dari kata-kata itu. Tia hanya bisa terdiam, terisak dalam hati. Menangis pun tak ada guna, hanya membuang-buang air mata. Dan mungkin air mata itu pun telah kering.Entah sampai kapan ia mampu bertahan. Diam-diam ia melampiaskan amarahnya lewat asap-asap yang mengepul lewat hembusan-hembusan rokok. Lumayan membuat pikiran menjadi tenang, tapi kalau sampai Ricko mengetahui nya, bisa marah besar dia. Karena dia saja nggak menyentuh rokok sedikitpun.
             Ingin rasa nya ia di beri penyakit yang bisa membuat nya “mati”. Sepertinya lebih baik mati daripada tersiksa seperti ini. Hanya bisa menahan rasa. Mengumpulkan serpihan-serpihan hati ini yang selalu di hancurkan. Entah apa yang Tia pertahankan dari sosok seperti Ricko. Ia hanya selalu berkata dalam hati, untuk membangkitkan semangatnya agar terus mempertahan kan hubungan nya dengan Ricko. Ia selalu berkata,
 “aku yakin koq suatu saat Ricko melihat sisi positif dari aku, mengasihi ku, dengan aku tetap mengalah selama ini” ujar nya dalam hati. Cuma kata-kata itu yang mampu membuat Tia tetap bertahan. Walau sakit seperti apa pun akan ia terjang. Akan ia tempuh sampai titik darah penghabisan. Walau ia harus mengorbankan nyawa nya sekalipun. Saking sayang nya ia terhadap Ricko. Rasa sayang yang begitu dalam. Namun ia tak pernah bisa membaca pikiran Ricko. Ia tak tahu dalam hati Ricko sebenarnya apa… apa sikap nya sesuai dengan hati nya? Atau memang karakter nya memang seperti itu? Entah lah…. Tak kan ada yang bisa menjawab kalau bukan dari mulut Ricko sendiri. Tapi lidah tidak lah bertulang. Bisa saja ketika Tia menanyakan hal itu, ia mengeluarkan jurus manis nya yang membuat Tia luluh kembali. Mungkin ini memang jalannya, jalan yang harus di tempuh dengan sepak terjang bak pemain bola. Hanya bisa terus bertahan, bertahan dan bertahan sampai mulut tak mampu berbicara, sampai hati telah muak dengan segalanya, serta sampai otak memuntahkan isi dari pikiran-pikiran yang ada di benak.
              Lamunan Tia buyar, ketika ia tak menyadari ternyata Ricko tlah terbangun dari tidur nya. Ia selalu mencoba untuk tersenyum, seakan tak pernah merasakan sakit sedikitpun. Tia menghentikan belaian tangan nya dikepala Ricko.
              “sayang cuci muka gih….mau makan gak? Kan dari siang belom makan. Ne udah sore loh…?” ucap Tia.
              “ya udah siapin aja makanan nya, aku cuci muka dulu” ujar Ricko yang langsung bangkit dari kubur, eh salah, maksudnya dari tempat tidur. Begitu lah setiap hari nya. Sudah seperti sepasang suami istri. Karena orang tua Tia tidak tinggal di sini. Tia hanya tinggal bersama pembantu nya. Namun tetap saja, bagi Ricko, Tia selalu salah. Seperti lagu nya Geisha. Hanya saja, Ricko tipe cowok yang sangat setia. Mungkin hal itu yang membuat Tia tak ingin pisah darinya. Nama nya manusia selalu saja punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tak ada manusia yang sempurna di jagat raya ini.


*            *            *


                 Hari demi hari telah di lalui, hambar. Tiada rasa. Tia juga belum bisa untuk mencoba bicara dengan Ricko tentang hal itu. Ia memilih bungkam. Kekosongan demi kekosongan pun terjadi, Tia mengisi kekosongan itu dengan online facebook di internet. Ia asyik dengan netbook kuning nya itu di kamar. Saat ia ingin smsan dengan Ricko yang ternyata Ricko menolak dengan alasan dia lagi sibuk di kampus.mmmmmmmmm…… menyebalkan!!! Tiba-tiba ada yang menyapa ny.

Putro : hy J
Dengan sigap, Tia langsung membalas nya, walaupun nggak kenal.
Aku : hy juga
Putro : manis juga ya kamu J
Aku : biasa aja tuh
Putro : ketemuan yok? Rumah kamu di jl. Anggrek kan?
Aku : koq tau?
Putro : kan ada di profil kamu, deket koq sama rumah aq.
Aku : owh…
Putro : tapi ada yang marah nggak ne?
Aku : main aja nggak pa-pa koq.
Putro : ok dech, see u ntar yach. Daaaa aq off dlu

              Tia langsung mematikan laptop nya. “kira-kira gimana ya wajah asli nya?” pikir Tia dalam hati. Tia langsung merebahkan diri di kasur kuning empuk miliknya. Semua barang-barang di kamar nya memang serba kuning. Maklum, kuning lovers. Sambil memandangi cicak yang sedang pacaran di langit-langit kamar, ia membayangkan dan mengira-ngira wajah cowok yang di facebook tadi. Yach karena di facebook dia nggak menggunakan wajah asli nya, hanya sebuah pengunungan yang indah di salah satu belahan bumi di Indonesia tercinta. Profil nya juga nggak terlalu lengkap. Hanya terdiri dari nama lengkap, Putro Suratno. Kayaknya keturunan jawa. Dan kuliah di Universitas yang sama dengan Tia. Tapi sudah semester atas. “what??? Jawa???hitam dong” pikir Tia. Mungkin hitam madu, atau hitam manis, tapi mungkin juga hitam kopi. “mungkin saja hitam kopi, dia aja nggak mengunakan wajah aslinya di fb. Itu berarti wajahnya jelek. Iiiii nggak mau aaaah ketemuan sama dia” pikir Tia dan langsung bergidik ngeri. Seolah-olah ia akan bertemu seekor pocong, atau juga seekor genderuwo. Menakutkan!!!
              Tiba-tiba saat Tia hendak tertidur, bi Ina mengetuk pintu.
              “ada apa bi?” teriak Tia dari dalam kamar. Bi Ina langsung membuka pintu nya yang tidak terkunci.
              “ada yang nyari non tu di depan” ucap bi Ina sambil sedikit tersenyum.
              “siapa bi?” Tanya Tia penasaran. Toh selama ini belum ada yang kerumah nya lewat bi Ina. Biasa nya langsung aja nyelonong ke kamar Tia. Atau telpon maupun sms dulu.
               “bibi lupa non nanya nama nya. Tapi orang nya ganteng non.”  Ganteng, cowok? Berarti bi Ina nggak mengenali otrang itu dong. Terbesit sedikit ingatan Tia dengan cowok yang chatting tadi.
              “Putro???” Tanya Tia pada bi Ina. Bi Ina sedikit bingung.
              “masa nama cowok itu Putro non. Ganteng-ganteng koq nama nya Putro.” Celutuk bi Ina.
Tia langsung berhambur keluar kamar. Dan menuju ruang tamu. Terlihat sosok cowok. Hanya punggung nya yang terlihat. Sedikit beotot, rambut nya rapi dan memakai kemeja hitam yang bercorak karismatik banget. Tapi bukan kayak om-om lo…. Tanda kutip. Tia tak sabar ingin melihat wajah nya. Dari warna kulit saja sudah meleset berat.kulitnya tidak terlalu putih, tapi sama sekali tidak hitam. Belum sempat Tia mendekat, cowok itu keburu menoleh kea rah belakang.
WHOOAAAA……..!!!!  mata Tia seakan ingin melompat dari kediaman nya. Wajah nya ganteng seperti Kim Bum, artis korea yang sedang tenar. Tia hampir meleleh dibuatnya.
              “Tia ya? Aku Putro” ujar cowok cute, manis, madu, gula, itu. satu lesung pipi kiri nya pun terlihat ketika ia memberikan sebuah senyuman terindah yang pernah Tia lihat selain di tv tentunya. Tia pun gelagapan dan mengulurkan tangan nya tanda perkenalan di mulai.
              “iya, aku Tia” ucap Tia dan langsung duduk di kursi di depan Putro.
              “kenapa? Nggak pernah lihat cowok ganteng ya?” ujar Putro. Sok akrab banget nech pikir Tia dalam hati. Narsis abis pula, tapi emang fakta sich.
              “mmmm biasa aja x.” ucap Tia agak sedikit jual mahal. Padahal dalam hati nya kelepek-kelepek seperti ikan kekeringan air. Heeeee ;)
              “ aku tahu dipikiran kamu dengar nama aku, kamu pasti mengira aku orang jawa? Padahal aku melayu asli lo dua kelinci.” Ucap Putro yang tak henti-hentinya membuat Tia meleleh dengan menebar senyum nya yang sangat menggoda.
              “koq tahu? Trus kalo bukan asli jawa, kenapa nama kamu jadi Putro Suratno? Padahal itu kan wong jawa banget” Tanya Tia yang akhirnya mencoba untuk rileks dan santai menghadapi sesosok ciptaan Tuhan paling sexy.
              “nah, itu dia pertanyaan yang sering di lemparkan orang-orang yang baru mengenal ku, cerita nya tu gini, mama aku sewaktu ngidam, pengen nya aneh-aneh,. Semua nya berbau tentang adat jawa. Jadi nama aku di beri nama orang jawa. Untuk memperingati lah ibaratnya.” Cerita Putro yang lancar-lancar saja bercerita seolah sudah kenal lama sekali.
              “owh…..” ucap Tia dan mengangguk-angguk tanda mengerti.
             
              Keakraban pun terjadi. Semakin lama semakin dekat. Dan Putro juga belum punya pacar. Dan hubungan Tia dengan Ricko masih tetap terasa hambar seperti biasa. Apabila Ricko sibuk dengan urusan nya, Tia pun mengajak Putro untuk menemani nya. Walau pun tanpa sepengetahuan Ricko. Dan Putro sendiri sudah mengetahui kalau Tia sudah punya pacar. Namun ia tak juga berniat merebut Tia. Toh semua keputusan di tangan Tia.
              Ricko sudah mencium bau kecurigaan tehadap pacar nya itu (ternyata kecurigaan juga punya bau yaaa………. Kira-kra bau apa ya?).
Yach….. karena ia mendapat laporan dari teman nya yang memergoki Tia lagi jalan bareng sama Putro di sebuah mall. Dan bahkan bukan hanya sekali, baru tiga hari yang lalu juga ada yang memberi laporan Tia lagi makan berdua di sebuah kafe, walaupun hanya lunch bareng, tapi kalau hanya berdua, bisa tanda kutip.

*                *                   *



                   Sewaktu dirumah, Tia hanya asyik dengan netbook nya di kamar. Tak lama lagu serpihan hati dari Utopia pun berdering di hanphone nya. Ada panggilan masuk. Ia pun meraihnya yang tak jauh dari jangkauan. Tertera nama Ricko sayang di sana. “tumben Ricko nelpon” pikir Tia dalam hati. Ia pun menjawab panggilan itu.
          “hallo sayang…” ucap Tia membuka pembicaraan.
          “sayang ada di rumah? Aku mau ke sana ne. tunggu ya!” ucap Ricko dari seberang sana.
          “ya udah aku tunggu hati-hati ya.” Klik handphone itu pun terputus.
Sambil menunggu Tia hanya uring-uringan di kamar. Tak lama kemudian, Ricko datang seperti biasa. Tanpa ada rasa apa pun. Ricko langsung memeluk hangat Tia, untuk melepas rindu karena saking sibuknya.
Setelah melepas rindu, Ricko baring di pangkuan Tia. Tia pun membelai nya hangat. Baru kali ini ia merasakan kebahagiaan itu lagi. Biasanya kesepian. Huuuffh
          “sayang, aku dengar kamu punya teman baru ya?” ucap Ricko lembut. Membuka pembicaraan di antara mereka. Ricko hafal betul kalau dengan cara seperti ini, Tia pasti nggak bisa berbohong.
          “owh, tahu darimana?” Tanya Tia penasaran.
          “tahu dari temen aku koq. Dia ketemu kamu jalan sama cowok itu. Cowok itu siapa? Koq aku belum kenal.”
          “temen koq. Abis nya kamu sibuk sich, jadi aku ngajak dia jalan bareng.” Ucap Tia dengan wajah manja nya.
          “sekarang aku pengen kamu jujur dech, aku salah apa sama kamu? Trus aku harus gimana supaya kamu nggak bertingkah seperti ini?” ucap Ricko pada Tia. Tia terdiam…… dan memikirkan mau mulai dari mana pembicaraan itu.
          “aku pengen kamu yang dulu. Kamu yang manjain aku, mengerti aku, punya waktu banyak untuk aku.sekarang, aku ngerasa kehilangan kamu.” Ucap Tia lirih. Air mata pun meluap ketika emosi berpacu kencang. Ricko terdiam mendengar semua itu. Ucapan Tia yang sangat jelas membuat Ricko terpojok. Skak matt tak bisa lagi membela diri. Apalagi kalau Tia sudah mengeluarkan jurus ampuh nya, nangis. Biasanya cowok itu pasti luluh kalau seorang cewek mengeluarkan air mata.
          “aku minta maaf ya, aku nggak tau kamu sampai seperti ini. Aku janji bakal merubah segalanya, seperti yang kamu mau, asal aku nggak kehilangan kamu” (lebay,,, suit…suit… andai saja ini terjadi pada penulis. Bisa kelepek-kelepek)
Tia menghapus air mata nya yang hamper penuh satu ember.
          “bener?kamu janji?” Tanya Tia untuk meyakinkannya
          “iya, janji. Tapi ada satu syarat!” pinta Ricko
          “apa?”
          “kenalin cowok itu sama aku” ucap Ricko
          “yups pasti di kenalin koq tenang aja” jawab Tia sambil mulai tersenyum bahagia.
          Tia pun menepati persyaratan itu. Dan begitu pula Ricko. Yach… perasaan cinta terhadap Putro juga belum ada sedikitpun. Hanya untuk mengisi hari-hari agar tak suram. Tapi kali ini sudah berbeda. Sudah kembali normal seperti dulu. Serpihan-serpihan hati sudah terkumpul, walau belum sempurna, tapi sudah lumayan membaik. Putro juga tidak terlalu memaksakan. Toh dari awal, putro juga sudah mengetahui bahwa Tia milik orang lain. Bukan cowok gentle apabila merebut kekasih orang lain. Yang terpenting bagi nya, Tia bisa bahagia.

THE END