Tia memandang lemah wajah cowok
yang berada tepat di sampingnya. Yang dengan pulas tidur karena kecapean.
Mereka memang masih pacaran. Tapi mereka sudah sama-sama tak bisa menahan nafsu
itu, akhirnya kejadian juga. Sama-sama kuliah di jurusan Ekonomi di salah satu
universitas ternama di kota
nya. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja untuk menuju ke pelaminan. Dengan hangat dan penuh
kasih sayang Tia membelai rambut pendek Ricko, kekasih yang sangat di
sayanginya itu. Yach… mereka memang saling menyayangi. Ricko selalu memanjakkan
Tia, membelai nya mesra, dan memeluknya hangat. Tapi itu dulu, sewaktu bulan
pertama dalam pacaran. Semakin memasuki bulan seterusnya, pelukan itu tak lagi
terasa hangat. Tak ada lagi belaian mesra. Yang ada hanya kesalah pahaman, serta
marah-marah dan pertengkaran.
Tia hanya terdiam, jika Ricko
ketika pulang dalam keadaan cape, dan pasti marah-marah apa bila Tia melakukan
kesalahan sedikit saja. Kadang ia hanya bisa menangis sendiri. Ia ingin
melawan, tapi tak bisa. Ia selalu kalah. Mungkin karena terlalu besar nya rasa
cinta pada Ricko. Takut kehilangan apabila ia hilang kendali dalam melampiaskan
emosi. Sudah cukup rapuh ia mendengar kata-kata kasar yang keluar dari mulut
Ricko. “bodoh” “anjing” “sial” tak pernah lepas dari kata-kata itu. Tia hanya
bisa terdiam, terisak dalam hati. Menangis pun tak ada guna, hanya
membuang-buang air mata. Dan mungkin air mata itu pun telah kering.Entah sampai
kapan ia mampu bertahan. Diam-diam ia melampiaskan amarahnya lewat asap-asap
yang mengepul lewat hembusan-hembusan rokok. Lumayan membuat pikiran menjadi
tenang, tapi kalau sampai Ricko mengetahui nya, bisa marah besar dia. Karena
dia saja nggak menyentuh rokok sedikitpun.
Ingin rasa nya ia di beri penyakit
yang bisa membuat nya “mati”. Sepertinya lebih baik mati daripada tersiksa
seperti ini. Hanya bisa menahan rasa. Mengumpulkan serpihan-serpihan hati ini
yang selalu di hancurkan. Entah apa yang Tia pertahankan dari sosok seperti
Ricko. Ia hanya selalu berkata dalam hati, untuk membangkitkan semangatnya agar
terus mempertahan kan
hubungan nya dengan Ricko. Ia selalu berkata,
“aku yakin koq suatu saat Ricko melihat sisi
positif dari aku, mengasihi ku, dengan aku tetap mengalah selama ini” ujar nya
dalam hati. Cuma kata-kata itu yang mampu membuat Tia tetap bertahan. Walau
sakit seperti apa pun akan ia terjang. Akan ia tempuh sampai titik darah
penghabisan. Walau ia harus mengorbankan nyawa nya sekalipun. Saking sayang nya
ia terhadap Ricko. Rasa sayang yang begitu dalam. Namun ia tak pernah bisa
membaca pikiran Ricko. Ia tak tahu dalam hati Ricko sebenarnya apa… apa sikap
nya sesuai dengan hati nya? Atau memang karakter nya memang seperti itu? Entah
lah…. Tak kan
ada yang bisa menjawab kalau bukan dari mulut Ricko sendiri. Tapi lidah tidak
lah bertulang. Bisa saja ketika Tia menanyakan hal itu, ia mengeluarkan jurus
manis nya yang membuat Tia luluh kembali. Mungkin ini memang jalannya, jalan
yang harus di tempuh dengan sepak terjang bak pemain bola. Hanya bisa terus
bertahan, bertahan dan bertahan sampai mulut tak mampu berbicara, sampai hati
telah muak dengan segalanya, serta sampai otak memuntahkan isi dari
pikiran-pikiran yang ada di benak.
Lamunan Tia buyar,
ketika ia tak menyadari ternyata Ricko tlah terbangun dari tidur nya. Ia selalu
mencoba untuk tersenyum, seakan tak pernah merasakan sakit sedikitpun. Tia
menghentikan belaian tangan nya dikepala Ricko.
“sayang cuci muka
gih….mau makan gak? Kan
dari siang belom makan. Ne udah sore loh…?” ucap Tia.
“ya udah siapin aja
makanan nya, aku cuci muka dulu” ujar Ricko yang langsung bangkit dari kubur,
eh salah, maksudnya dari tempat tidur. Begitu lah setiap hari nya. Sudah
seperti sepasang suami istri. Karena orang tua Tia tidak tinggal di sini. Tia
hanya tinggal bersama pembantu nya. Namun tetap saja, bagi Ricko, Tia selalu
salah. Seperti lagu nya Geisha. Hanya saja, Ricko tipe cowok yang sangat setia.
Mungkin hal itu yang membuat Tia tak ingin pisah darinya. Nama nya manusia
selalu saja punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tak ada manusia yang
sempurna di jagat raya ini.
* *
*
Hari
demi hari telah di lalui, hambar. Tiada rasa. Tia juga belum bisa untuk mencoba
bicara dengan Ricko tentang hal itu. Ia memilih bungkam. Kekosongan demi
kekosongan pun terjadi, Tia mengisi kekosongan itu dengan online facebook di
internet. Ia asyik dengan netbook kuning nya itu di kamar. Saat ia ingin smsan
dengan Ricko yang ternyata Ricko menolak dengan alasan dia lagi sibuk di
kampus.mmmmmmmmm…… menyebalkan!!! Tiba-tiba ada yang menyapa ny.
Putro : hy J
Dengan sigap, Tia langsung membalas nya, walaupun
nggak kenal.
Aku : hy juga
Putro : manis juga ya kamu J
Aku : biasa aja tuh
Putro : ketemuan yok? Rumah kamu di jl. Anggrek kan?
Aku : koq tau?
Putro : kan
ada di profil kamu, deket koq sama rumah aq.
Aku : owh…
Putro : tapi ada yang marah nggak ne?
Aku : main aja nggak pa-pa koq.
Putro : ok dech, see u ntar yach. Daaaa aq off dlu
Tia
langsung mematikan laptop nya. “kira-kira gimana ya wajah asli nya?” pikir Tia
dalam hati. Tia langsung merebahkan diri di kasur kuning empuk miliknya. Semua
barang-barang di kamar nya memang serba kuning. Maklum, kuning lovers. Sambil
memandangi cicak yang sedang pacaran di langit-langit kamar, ia membayangkan
dan mengira-ngira wajah cowok yang di facebook tadi. Yach karena di facebook
dia nggak menggunakan wajah asli nya, hanya sebuah pengunungan yang indah di
salah satu belahan bumi di Indonesia
tercinta. Profil nya juga nggak terlalu lengkap. Hanya terdiri dari nama
lengkap, Putro Suratno. Kayaknya keturunan jawa. Dan kuliah di Universitas yang
sama dengan Tia. Tapi sudah semester atas. “what??? Jawa???hitam dong” pikir
Tia. Mungkin hitam madu, atau hitam manis, tapi mungkin juga hitam kopi.
“mungkin saja hitam kopi, dia aja nggak mengunakan wajah aslinya di fb. Itu
berarti wajahnya jelek. Iiiii nggak mau aaaah ketemuan sama dia” pikir Tia dan
langsung bergidik ngeri. Seolah-olah ia akan bertemu seekor pocong, atau juga
seekor genderuwo. Menakutkan!!!
Tiba-tiba
saat Tia hendak tertidur, bi Ina mengetuk pintu.
“ada
apa bi?” teriak Tia dari dalam kamar. Bi Ina langsung membuka pintu nya yang
tidak terkunci.
“ada
yang nyari non tu di depan” ucap bi Ina sambil sedikit tersenyum.
“siapa
bi?” Tanya Tia penasaran. Toh selama ini belum ada yang kerumah nya lewat bi
Ina. Biasa nya langsung aja nyelonong ke kamar Tia. Atau telpon maupun sms
dulu.
“bibi lupa non nanya nama nya. Tapi orang nya
ganteng non.” Ganteng, cowok? Berarti bi
Ina nggak mengenali otrang itu dong. Terbesit sedikit ingatan Tia dengan cowok
yang chatting tadi.
“Putro???”
Tanya Tia pada bi Ina. Bi Ina sedikit bingung.
“masa
nama cowok itu Putro non. Ganteng-ganteng koq nama nya Putro.” Celutuk bi Ina.
Tia langsung berhambur keluar kamar. Dan menuju ruang
tamu. Terlihat sosok cowok. Hanya punggung nya yang terlihat. Sedikit beotot,
rambut nya rapi dan memakai kemeja hitam yang bercorak karismatik banget. Tapi
bukan kayak om-om lo…. Tanda kutip. Tia tak sabar ingin melihat wajah nya. Dari
warna kulit saja sudah meleset berat.kulitnya tidak terlalu putih, tapi sama
sekali tidak hitam. Belum sempat Tia mendekat, cowok itu keburu menoleh kea rah
belakang.
WHOOAAAA……..!!!!
mata Tia seakan ingin melompat dari kediaman nya. Wajah nya ganteng
seperti Kim Bum, artis korea
yang sedang tenar. Tia hampir meleleh dibuatnya.
“Tia
ya? Aku Putro” ujar cowok cute, manis, madu, gula, itu. satu lesung pipi kiri
nya pun terlihat ketika ia memberikan sebuah senyuman terindah yang pernah Tia
lihat selain di tv tentunya. Tia pun gelagapan dan mengulurkan tangan nya tanda
perkenalan di mulai.
“iya,
aku Tia” ucap Tia dan langsung duduk di kursi di depan Putro.
“kenapa?
Nggak pernah lihat cowok ganteng ya?” ujar Putro. Sok akrab banget nech pikir
Tia dalam hati. Narsis abis pula, tapi emang fakta sich.
“mmmm
biasa aja x.” ucap Tia agak sedikit jual mahal. Padahal dalam hati nya
kelepek-kelepek seperti ikan kekeringan air. Heeeee ;)
“
aku tahu dipikiran kamu dengar nama aku, kamu pasti mengira aku orang jawa?
Padahal aku melayu asli lo dua kelinci.” Ucap Putro yang tak henti-hentinya
membuat Tia meleleh dengan menebar senyum nya yang sangat menggoda.
“koq
tahu? Trus kalo bukan asli jawa, kenapa nama kamu jadi Putro Suratno? Padahal
itu kan wong
jawa banget” Tanya Tia yang akhirnya mencoba untuk rileks dan santai menghadapi
sesosok ciptaan Tuhan paling sexy.
“nah,
itu dia pertanyaan yang sering di lemparkan orang-orang yang baru mengenal ku,
cerita nya tu gini, mama aku sewaktu ngidam, pengen nya aneh-aneh,. Semua nya
berbau tentang adat jawa. Jadi nama aku di beri nama orang jawa. Untuk
memperingati lah ibaratnya.” Cerita Putro yang lancar-lancar saja bercerita
seolah sudah kenal lama sekali.
“owh…..” ucap Tia dan
mengangguk-angguk tanda mengerti.
Keakraban
pun terjadi. Semakin lama semakin dekat. Dan Putro juga belum punya pacar. Dan
hubungan Tia dengan Ricko masih tetap terasa hambar seperti biasa. Apabila
Ricko sibuk dengan urusan nya, Tia pun mengajak Putro untuk menemani nya. Walau
pun tanpa sepengetahuan Ricko. Dan Putro sendiri sudah mengetahui kalau Tia
sudah punya pacar. Namun ia tak juga berniat merebut Tia. Toh semua keputusan
di tangan Tia.
Ricko
sudah mencium bau kecurigaan tehadap pacar nya itu (ternyata kecurigaan juga
punya bau yaaa………. Kira-kra bau apa ya?).
Yach….. karena ia mendapat laporan dari teman nya yang
memergoki Tia lagi jalan bareng sama Putro di sebuah mall. Dan bahkan bukan
hanya sekali, baru tiga hari yang lalu juga ada yang memberi laporan Tia lagi
makan berdua di sebuah kafe, walaupun hanya lunch bareng, tapi kalau hanya berdua,
bisa tanda kutip.
* * *
Sewaktu dirumah, Tia hanya
asyik dengan netbook nya di kamar. Tak lama lagu serpihan hati dari Utopia pun
berdering di hanphone nya. Ada
panggilan masuk. Ia pun meraihnya yang tak jauh dari jangkauan. Tertera nama
Ricko sayang di sana.
“tumben Ricko nelpon” pikir Tia dalam hati. Ia pun menjawab panggilan itu.
“hallo sayang…” ucap Tia membuka
pembicaraan.
“sayang ada di rumah? Aku mau ke sana ne. tunggu ya!” ucap Ricko dari seberang sana.
“ya udah aku tunggu hati-hati ya.”
Klik handphone itu pun terputus.
Sambil
menunggu Tia hanya uring-uringan di kamar. Tak lama kemudian, Ricko datang
seperti biasa. Tanpa ada rasa apa pun. Ricko langsung memeluk hangat Tia, untuk
melepas rindu karena saking sibuknya.
Setelah
melepas rindu, Ricko baring di pangkuan Tia. Tia pun membelai nya hangat. Baru
kali ini ia merasakan kebahagiaan itu lagi. Biasanya kesepian. Huuuffh
“sayang, aku dengar kamu punya teman
baru ya?” ucap Ricko lembut. Membuka pembicaraan di antara mereka. Ricko hafal
betul kalau dengan cara seperti ini, Tia pasti nggak bisa berbohong.
“owh, tahu darimana?” Tanya Tia
penasaran.
“tahu dari temen aku koq. Dia ketemu
kamu jalan sama cowok itu. Cowok itu siapa? Koq aku belum kenal.”
“temen koq. Abis nya kamu sibuk sich, jadi
aku ngajak dia jalan bareng.” Ucap Tia dengan wajah manja nya.
“sekarang aku pengen kamu jujur dech,
aku salah apa sama kamu? Trus aku harus gimana supaya kamu nggak bertingkah
seperti ini?” ucap Ricko pada Tia. Tia terdiam…… dan memikirkan mau mulai dari
mana pembicaraan itu.
“aku pengen kamu yang dulu. Kamu yang
manjain aku, mengerti aku, punya waktu banyak untuk aku.sekarang, aku ngerasa
kehilangan kamu.” Ucap Tia lirih. Air mata pun meluap ketika emosi berpacu
kencang. Ricko terdiam mendengar semua itu. Ucapan Tia yang sangat jelas
membuat Ricko terpojok. Skak matt tak bisa lagi membela diri. Apalagi kalau Tia
sudah mengeluarkan jurus ampuh nya, nangis. Biasanya cowok itu pasti luluh
kalau seorang cewek mengeluarkan air mata.
“aku minta maaf ya, aku nggak tau kamu
sampai seperti ini. Aku janji bakal merubah segalanya, seperti yang kamu mau,
asal aku nggak kehilangan kamu” (lebay,,, suit…suit… andai saja ini terjadi
pada penulis. Bisa kelepek-kelepek)
Tia
menghapus air mata nya yang hamper penuh satu ember.
“bener?kamu janji?” Tanya Tia untuk
meyakinkannya
“iya, janji. Tapi ada satu syarat!”
pinta Ricko
“apa?”
“kenalin cowok itu sama aku” ucap
Ricko
“yups pasti di kenalin koq tenang aja”
jawab Tia sambil mulai tersenyum bahagia.
Tia pun menepati persyaratan itu. Dan
begitu pula Ricko. Yach… perasaan cinta terhadap Putro juga belum ada
sedikitpun. Hanya untuk mengisi hari-hari agar tak suram. Tapi kali ini sudah
berbeda. Sudah kembali normal seperti dulu. Serpihan-serpihan hati sudah
terkumpul, walau belum sempurna, tapi sudah lumayan membaik. Putro juga tidak
terlalu memaksakan. Toh dari awal, putro juga sudah mengetahui bahwa Tia milik
orang lain. Bukan cowok gentle apabila merebut kekasih orang lain. Yang
terpenting bagi nya, Tia bisa bahagia.
THE END
0 komentar:
Posting Komentar