Minggu, 17 Februari 2013

Lampu Merah ( STOP...!!! )



Part 1

“Kamu udah gila?” teriak Uly tepat di telingaku lengkap dengan ekspresi wajah kaget yang selalu ia tunjukkan padaku. Hampir pecah gendang telinga ku mendengar teriakan itu. aku menggosok-gosok telinga ku untuk membuang suara teriakan Uly yang masih terngiang mendengung-dengung.
“Ekspresi biasa aja dong. Nggak lagi ikut casting kali” ujarku pada Uly yang agak sedikit alay itu.
“gak… gak… gak… ini gak boleh diterusin. Aku gak setuju De…” ucap Uly dengan nada suara agak kecil. Tapi tetap saja masih menggeleng-geleng kan kepala nya.
“lah…. Yang jalani siapa yang gak setuju siapa. Hedeh… just have fun… not more.” Kilah ku padanya. Aku tetap kekeh mempertahankan keinginan ku.memang terlihat sedikit gila.but l have the reason for this.
“Dea, coba buka pikiran kamu, kamu mau-mau aja nerima cowok jadi pacar kamu yang jelas-jelas sudah punya pacar. Dan parahnya lagi, Ariel itu pacarnya Bunga, De… sadar gak sih? Kamu cuman jadi simpenan. Catet tuh… simpenan” ucap Uly dengan menunjukan wajah sangat serius kali ini, nggak lagi ciyus. Sambil memperbaiki letak kacamata nya yang sudah termiring-miring akibat ia terlalu menjiwai perannya dalam berekspresi.
“Trus kalo dia pacar Bunga kenapa? Aku harus bilang WOW gitu?” gurau ku padanya. Ia semakin kelihatan semakin emosi. Dan aku suka melihatnya emosi. Wajahnya yang tembem, rambutnya yang hanya sepanjang pipi melekuk kedalam, tambah kacamata minus yang selalu ia bawa kemana-mana membuatnya sangat lucu. Aku nggak tahu kenapa ia tak mau memakai softlense saja ketimbang memakai kacamat betti lavea yang terbilang kuno.
“De, aku kali ini ciyus….!” Uly kehabisan kata-kata. Ia tak tahu lagi harus meyakinkanku bagaimana. Yang ia tahu, aku pasti akan tetap dengan pendirianku. Karena aku paling nggak suka mundur. Aku melangkah, yaaa lanjutkan. Sampai ada lampu merah tanda berhenti, maka saat itu lah baru menghentikan langkah ku. di persimpangan lampu merah itu pula aku akan melanjutkan perjalanan ku, apa ke depan, samping kiri, atau samping kanan. Tapi yang paling jelas, aku tak akan mundur ke belakang. Itu bukan jalan ku. tapi itu adalah masa lalu ku. aku adalah aku. Dan akan selalu menjadi diriku.
Uly masih menatapku menunggu kata-kata yang kan kubalaskan padanya. Tapi aku tetap diam saja, masih asyik dengan handphone di tangan kanan ku.
“De…. Kamu pikir lagi ya sebelum terlalu jauh…” sambung Uly dengan sedikit memelas.
“ aku udah jadian Ul sama dia. Udah jadian. Aku udah mengiya kan, ya udah jalani saja lah. Aku gak bakal serius koq sama dia. Hanya mengisi waktu aja.” Jawabku.
“ya udah terserah kamu, tapi kalo sampai Bunga tahu, aku nggak ikut-ikutan ya…”
“Bunga gak bakal tahu selama kamu gak cerita sama siapa-siapa” ujarku. Uly mencibir dan mendengus pasrah. Aku hanya merasa nyaman ketika bersama Ariel. Ariel memang pacarnya Bunga. Dan Bunga adalah anak adik ibu ku. yaps, aku sepupu dekat dengan Bunga. Aku di Bandung, Ariel juga kuliah di Bandung. Sedangkan Bunga di Jakarta. Mereka janjian bertemu selalu di rumahku. Karena ayah Bunga agak sedikit parno jika anak satu-satunya itu pacaran sebelum menyelesaikan kuliahnya di Jakarta. Bunga selalu minta bantuan ku untuk mengatur pertemuan dengan Ariel. Karena hal itu sering terjadi, aku jadi kenal dengan Ariel. Dan akhirnya dekat. Sampai tibalah waktunya perasaan ingin memiliki muncul. Kedekatan yang tidak seperti biasanya dan tidak seharusnya. Hubungan percintaan pun terjalin. Ariel dan Bunga long distance, jadi aku lebih leluasa pacaran dengan Ariel. Aku sadar, dan sangat menyadari, aku memang hanya simpanan saat ini. Tapi, apa aku salah jika aku berharap lebih? Waktu lah yang kan menjawab semuanya.
Aku cukup menunggu dan bersabar. Bersabar akan sesuatu yang belum pasti. Semakin lama, semakin tumbuh perasaan ini. Semakin tak bisa aku kontrol. Api yang ku hidupkan semakin membara, semakin membakar habis hatiku yang kosong menjadi penuh oleh api cinta pada Ariel. Sesosok cowok yang menjadi impianku. Dewasa, perhatian, lembut, sopan, dan selalu memanjakan ku. Aku semakin ingin memiliki nya. Tanpa perduli siapa Bunga, bagaimana nanti perasaanya? Marahkah? Terkejutkah? Atau kedua nya?
Awalnya aku tak terlalu menginginkan cinta ini. Tapi aku hanya mengikuti kata hatiku sendiri. Jangan salahkan cinta yang salah memilih. Tapi salah kan pemilik cinta itu sendiri lah yang mengendalikan semuanya.

* * *
          Hari-hari yang ku jalani bersama Ariel berubah dari kehidupan normal ku biasanya. Penuh kebohongan, sembunyi-sembunyi.
Saat ini aku masih menikmati semua nya. Sampai pada akhirnya, Ariel berubah 180 derajat kepadaku. Jarang sms, nelpon, dan jarang kerumah. Aku tak tahu apa penyebabnya. Apa ia sudah punya wanita lain lagi? aku menunggu nya di teras rumah. Dia bilang dia akan kerumah ku hari ini. Aku sudah tak sabar ingin bertemu. Aku rindu. Sangat rindu dengan dirinya yang sekarang mulai menjauh.
Tepat di depan halaman rumah ku, berhenti satu mobil Toyota yaris merah. Mobil Ariel… aku menanti nya di teras, menunggu nya keluar dari mobil. Ia menghampiriku dan kita berdua duduk diteras. Saat itu, orang tuaku lagi pergi ke rumah nenek di Surabaya. Dan aku tidak ikut mereka karena menunggu Ariel disini.
“koq sekarang jarang sms, jarang nelpon, jarang kesini juga? Ada apa?” Tanya ku membuka pertanyaan dengan cepat. aku sangat ingin tahu sebenarnya dipikirannya apa.
“aku sibuk, banyak tugas kuliah numpuk. Jadi kadang gak sempat buat sms kamu sering-sering” jawabnya singkat. Aku merasakan keanehan itu. ia tak seperti biasanya. Aku tak bisa membaca pikirannya saat ini.
“kamu berubah…” ujarku. Ariel hanya terdiam mendengar ucapanku. Ia tak terlalu menggubris. Membuat ku semakin penasaran. Aku tak bisa diperlakukan seperti ini. Aku butuh penjelasan. Batinku…
“koq kamu diam? Ngomong aja gak apa-apa koq. Aku siap mendengar nya.” Tembakan ku tepat di otak nya. Benar atau salah pikiranku yach… whatever lah.
“De, maafin aku ya. Sepertinya aku tak mau meneruskan hubungan ini lagi.” ucap Ariel yang sontak membuat ku kaget. Apa? Putus? Aku salah apa? Ingin ku teriak ditelinga nya agar ia tahu betapa aku tak ingin kehilangannya dan sangat ingin memilikinya.
Secepat ini kah aku menemukan lampu merah? Hanya sampai jalan ini kah? Lalu, aku harus kemana? Berjalan sendiri lagi?
“aku salah apa?” tanyaku sambil berusaha menutupi hatiku yang terluka.
“kamu gak salah apa-apa De” ucap Ariel dan langsung berhadapan denganku. Ia di depanku. Menyentuh pipiku dan menggenggam tangan ku. untuk terakhir. Yach… aku tahu ini akan jadi malam terakhir ku bersamanya.
“aku merasa bersalah mengkhianati Bunga, hubungan ku dengan nya baik-baik saja. Dan aku tak ingin melukai dia De, aku harap kamu ngerti ya” sambung Ariel. Ia mencium keningku. Kubiarkan bibir itu mendarat dikeningku untuk terakhir kalinya. Aku telah sampai di penghujung jalan ku. aku harus berhenti.
Dan kembali melanjutkan jalan hidup ku dengan simpang yang baru, suasana yang baru, dan kan ku temukan banyak hal baru.
Siap gak siap, aku harus siap.
“ya udah gak apa-apa, aku ngerti koq. Dan aku bakal baik-baik saja” ujar ku sambil tersenyum tipis menutupi semua sakitku.
“just friend… not more” ucap Ariel seraya mencubit kedua pipi ku. aku mengangguk pelan. Tak ada lagi yang harus di pertahankan, aku hanya berusaha kuat. Aku tak ingin terlihat lemah. Di hadapannya, di hadapan semua orang.
Tak lama, ia beranjak pulang. Aku melepasnya dengan senyuman paling terindah dari bibirku. Karena aku tak bisa lagi tersenyum dari hati.

Semua kembali ke kegiatan seperti biasa. Uly hanya tertawa mendengar cerita ku. semua yang kudapat dari cinta itu, instan. Aku juga harus melepasnya dengan instan pula. Tak butuh proses yang lama. Layar persegi empat menemani hari ku yang kosong. Handphone ku tak terlalu sibuk lagi seperti biasanya.
Uly menemaniku sekarang, tak lama sambil bergurau ria, handphone ku berdering. Nomor baru, buru-buru ku angkat.
“Hallo…”
“Dea ya?”
“iya, ini siapa?” tanyaku penasaran
“Miko, yang di facebook tadi…” senyum manis terpancar di wajahku. Uly memandangku heran.
“ketemuan yuk, rumah kamu dimana? Biar aku kesana” sambungnya.
“boleh, nanti aku smsin ke kamu ya” ujarku dan menutup telpon itu. aku kegirangan. Yang ku lihat di facebook itu, lumayan ganteng. Dan cukup masuk kriteria dalam whitelist cowok idaman ku.
“bukan pacar orang lagi kan?” Tanya Uly sambil memperlihatkan wajah unyu nya.
“bukan dong…” jawabku pasti. Lampu merah tak menghentikan langkah ku selamanya, sekarang, sudah lampu hijau. Aku siap menyapa dunia. Aku bebas memilih jalanku.
Lampu merah itu hanya sementara. Membiarkan kita berpikir, akan kearah manakah tujuan kita.
                                                           





                                                            THE END

0 komentar:

Posting Komentar