Part 1
“Kamu udah gila?” teriak Uly
tepat di telingaku lengkap dengan ekspresi wajah kaget yang selalu ia tunjukkan
padaku. Hampir pecah gendang telinga ku mendengar teriakan itu. aku
menggosok-gosok telinga ku untuk membuang suara teriakan Uly yang masih
terngiang mendengung-dengung.
“Ekspresi biasa aja dong.
Nggak lagi ikut casting kali” ujarku pada Uly yang agak sedikit alay itu.
“gak… gak… gak… ini gak boleh
diterusin. Aku gak setuju De…” ucap Uly dengan nada suara agak kecil. Tapi
tetap saja masih menggeleng-geleng kan kepala nya.
“lah…. Yang jalani siapa yang
gak setuju siapa. Hedeh… just have fun… not more.” Kilah ku padanya. Aku tetap
kekeh mempertahankan keinginan ku.memang terlihat sedikit gila.but l have the
reason for this.
“Dea, coba buka pikiran kamu,
kamu mau-mau aja nerima cowok jadi pacar kamu yang jelas-jelas sudah punya
pacar. Dan parahnya lagi, Ariel itu pacarnya Bunga, De… sadar gak sih? Kamu
cuman jadi simpenan. Catet tuh… simpenan” ucap Uly dengan menunjukan wajah
sangat serius kali ini, nggak lagi ciyus. Sambil memperbaiki letak kacamata nya
yang sudah termiring-miring akibat ia terlalu menjiwai perannya dalam
berekspresi.
“Trus kalo dia pacar Bunga
kenapa? Aku harus bilang WOW gitu?” gurau ku padanya. Ia semakin kelihatan
semakin emosi. Dan aku suka melihatnya emosi. Wajahnya yang tembem, rambutnya
yang hanya sepanjang pipi melekuk kedalam, tambah kacamata minus yang selalu ia
bawa kemana-mana membuatnya sangat lucu. Aku nggak tahu kenapa ia tak mau memakai
softlense saja ketimbang memakai kacamat betti lavea yang terbilang kuno.
“De, aku kali ini ciyus….!”
Uly kehabisan kata-kata. Ia tak tahu lagi harus meyakinkanku bagaimana. Yang ia
tahu, aku pasti akan tetap dengan pendirianku. Karena aku paling nggak suka
mundur. Aku melangkah, yaaa lanjutkan. Sampai ada lampu merah tanda berhenti,
maka saat itu lah baru menghentikan langkah ku. di persimpangan lampu merah itu
pula aku akan melanjutkan perjalanan ku, apa ke depan, samping kiri, atau
samping kanan. Tapi yang paling jelas, aku tak akan mundur ke belakang. Itu
bukan jalan ku. tapi itu adalah masa lalu ku. aku adalah aku. Dan akan selalu
menjadi diriku.
Uly masih menatapku menunggu
kata-kata yang kan kubalaskan padanya. Tapi aku tetap diam saja, masih asyik dengan
handphone di tangan kanan ku.
“De…. Kamu pikir lagi ya
sebelum terlalu jauh…” sambung Uly dengan sedikit memelas.
“ aku udah jadian Ul sama
dia. Udah jadian. Aku udah mengiya kan, ya udah jalani saja lah. Aku gak bakal
serius koq sama dia. Hanya mengisi waktu aja.” Jawabku.
“ya udah terserah kamu, tapi
kalo sampai Bunga tahu, aku nggak ikut-ikutan ya…”
“Bunga gak bakal tahu selama
kamu gak cerita sama siapa-siapa” ujarku. Uly mencibir dan mendengus pasrah.
Aku hanya merasa nyaman ketika bersama Ariel. Ariel memang pacarnya Bunga. Dan
Bunga adalah anak adik ibu ku. yaps, aku sepupu dekat dengan Bunga. Aku di
Bandung, Ariel juga kuliah di Bandung. Sedangkan Bunga di Jakarta. Mereka
janjian bertemu selalu di rumahku. Karena ayah Bunga agak sedikit parno jika
anak satu-satunya itu pacaran sebelum menyelesaikan kuliahnya di Jakarta. Bunga
selalu minta bantuan ku untuk mengatur pertemuan dengan Ariel. Karena hal itu
sering terjadi, aku jadi kenal dengan Ariel. Dan akhirnya dekat. Sampai tibalah
waktunya perasaan ingin memiliki muncul. Kedekatan yang tidak seperti biasanya
dan tidak seharusnya. Hubungan percintaan pun terjalin. Ariel dan Bunga long
distance, jadi aku lebih leluasa pacaran dengan Ariel. Aku sadar, dan sangat
menyadari, aku memang hanya simpanan saat ini. Tapi, apa aku salah jika aku
berharap lebih? Waktu lah yang kan menjawab semuanya.
Aku cukup menunggu dan
bersabar. Bersabar akan sesuatu yang belum pasti. Semakin lama, semakin tumbuh
perasaan ini. Semakin tak bisa aku kontrol. Api yang ku hidupkan semakin
membara, semakin membakar habis hatiku yang kosong menjadi penuh oleh api cinta
pada Ariel. Sesosok cowok yang menjadi impianku. Dewasa, perhatian, lembut,
sopan, dan selalu memanjakan ku. Aku semakin ingin memiliki nya. Tanpa perduli
siapa Bunga, bagaimana nanti perasaanya? Marahkah? Terkejutkah? Atau kedua nya?
Awalnya aku tak terlalu
menginginkan cinta ini. Tapi aku hanya mengikuti kata hatiku sendiri. Jangan
salahkan cinta yang salah memilih. Tapi salah kan pemilik cinta itu sendiri lah
yang mengendalikan semuanya.
*
* *
Hari-hari yang ku jalani bersama Ariel berubah dari
kehidupan normal ku biasanya. Penuh kebohongan, sembunyi-sembunyi.
Saat ini aku masih menikmati
semua nya. Sampai pada akhirnya, Ariel berubah 180 derajat kepadaku. Jarang
sms, nelpon, dan jarang kerumah. Aku tak tahu apa penyebabnya. Apa ia sudah
punya wanita lain lagi? aku menunggu nya di teras rumah. Dia bilang dia akan
kerumah ku hari ini. Aku sudah tak sabar ingin bertemu. Aku rindu. Sangat rindu
dengan dirinya yang sekarang mulai menjauh.
Tepat di depan halaman rumah
ku, berhenti satu mobil Toyota yaris merah. Mobil Ariel… aku menanti nya di
teras, menunggu nya keluar dari mobil. Ia menghampiriku dan kita berdua duduk
diteras. Saat itu, orang tuaku lagi pergi ke rumah nenek di Surabaya. Dan aku
tidak ikut mereka karena menunggu Ariel disini.
“koq sekarang jarang sms,
jarang nelpon, jarang kesini juga? Ada apa?” Tanya ku membuka pertanyaan dengan
cepat. aku sangat ingin tahu sebenarnya dipikirannya apa.
“aku sibuk, banyak tugas
kuliah numpuk. Jadi kadang gak sempat buat sms kamu sering-sering” jawabnya
singkat. Aku merasakan keanehan itu. ia tak seperti biasanya. Aku tak bisa
membaca pikirannya saat ini.
“kamu berubah…” ujarku. Ariel
hanya terdiam mendengar ucapanku. Ia tak terlalu menggubris. Membuat ku semakin
penasaran. Aku tak bisa diperlakukan seperti ini. Aku butuh penjelasan.
Batinku…
“koq kamu diam? Ngomong aja
gak apa-apa koq. Aku siap mendengar nya.” Tembakan ku tepat di otak nya. Benar
atau salah pikiranku yach… whatever lah.
“De, maafin aku ya.
Sepertinya aku tak mau meneruskan hubungan ini lagi.” ucap Ariel yang sontak
membuat ku kaget. Apa? Putus? Aku salah apa? Ingin ku teriak ditelinga nya agar
ia tahu betapa aku tak ingin kehilangannya dan sangat ingin memilikinya.
Secepat ini kah aku menemukan
lampu merah? Hanya sampai jalan ini kah? Lalu, aku harus kemana? Berjalan
sendiri lagi?
“aku salah apa?” tanyaku
sambil berusaha menutupi hatiku yang terluka.
“kamu gak salah apa-apa De”
ucap Ariel dan langsung berhadapan denganku. Ia di depanku. Menyentuh pipiku
dan menggenggam tangan ku. untuk terakhir. Yach… aku tahu ini akan jadi malam
terakhir ku bersamanya.
“aku merasa bersalah
mengkhianati Bunga, hubungan ku dengan nya baik-baik saja. Dan aku tak ingin melukai
dia De, aku harap kamu ngerti ya” sambung Ariel. Ia mencium keningku. Kubiarkan
bibir itu mendarat dikeningku untuk terakhir kalinya. Aku telah sampai di
penghujung jalan ku. aku harus berhenti.
Dan kembali melanjutkan jalan
hidup ku dengan simpang yang baru, suasana yang baru, dan kan ku temukan banyak
hal baru.
Siap gak siap, aku harus
siap.
“ya udah gak apa-apa, aku
ngerti koq. Dan aku bakal baik-baik saja” ujar ku sambil tersenyum tipis
menutupi semua sakitku.
“just friend… not more” ucap
Ariel seraya mencubit kedua pipi ku. aku mengangguk pelan. Tak ada lagi yang
harus di pertahankan, aku hanya berusaha kuat. Aku tak ingin terlihat lemah. Di
hadapannya, di hadapan semua orang.
Tak lama, ia beranjak pulang.
Aku melepasnya dengan senyuman paling terindah dari bibirku. Karena aku tak
bisa lagi tersenyum dari hati.
Semua
kembali ke kegiatan seperti biasa. Uly hanya tertawa mendengar cerita ku. semua
yang kudapat dari cinta itu, instan. Aku juga harus melepasnya dengan instan
pula. Tak butuh proses yang lama. Layar persegi empat menemani hari ku yang
kosong. Handphone ku tak terlalu sibuk lagi seperti biasanya.
Uly menemaniku sekarang, tak
lama sambil bergurau ria, handphone ku berdering. Nomor baru, buru-buru ku
angkat.
“Hallo…”
“Hallo…”
“Dea ya?”
“iya, ini siapa?” tanyaku
penasaran
“Miko, yang di facebook
tadi…” senyum manis terpancar di wajahku. Uly memandangku heran.
“ketemuan yuk, rumah kamu
dimana? Biar aku kesana” sambungnya.
“boleh, nanti aku smsin ke
kamu ya” ujarku dan menutup telpon itu. aku kegirangan. Yang ku lihat di
facebook itu, lumayan ganteng. Dan cukup masuk kriteria dalam whitelist cowok
idaman ku.
“bukan pacar orang lagi kan?”
Tanya Uly sambil memperlihatkan wajah unyu nya.
“bukan dong…” jawabku pasti.
Lampu merah tak menghentikan langkah ku selamanya, sekarang, sudah lampu hijau.
Aku siap menyapa dunia. Aku bebas memilih jalanku.
Lampu merah itu hanya
sementara. Membiarkan kita berpikir, akan kearah manakah tujuan kita.
THE END
0 komentar:
Posting Komentar